Syair Kisah Engku Puteri (petikan awal)

Angin pun teduh hujan berhenti,
Bertolak dari Basing raja yang sakti,
Kenaikan berdayung tidak berhenti,
Perahu pun sampai kakanda mesti.

Kenaikan masuk ke kandang batu,
Haluan menuju ke kota batu,
Dipandang oleh paduka ratu,
Kakanda berdiri menanti di situ.

Dalam terpandang oleh baginda,
Kepada pihak wajah kakanda,
Selamat sempurna demikian ada,
Hilanglah masyghul di dalam dada.

Baginda pun berangkat naik segera,
Mendapatkan kakanda seraya bercetera,
Bersama berangkat dua saudara,
Diiringkan dayang teruna dan dara.

Berangkat baginda raja yang ghana,
Diiringkan dayang-dayang hina dina,
Lalulah masuk ke dalam istana,
Lepas daripada bala selamat sempurna.


Syair ini mengisahkan perjalanan Engku Puteri, permaisuri Sultan Mahmud Riayat Syah, dan memberikan gambaran budaya, adat dan bahasa Melayu klasik dari zaman Kesultanan Riau-Lingga (cabang Kesultanan Melaka).

Untuk syair penuh (sekitar 511 bait), manuskrip asli tersedia di perpustakaan dan beberapa portal digital khusus manuskrip Melayu lama, seperti perpustakaan Universitas Leiden dan arsip Dinas Kebudayaan Kepri.

Pengarang: Engku Haji Ahmad.
Inspirasi: Kemungkinan besar Engku Puteri Raja Hamidah.
Waktu Pengarang: Beberapa hari setelah kembali dari Daik - Lingga ke Pulau Penyengat pada 16 Mei 1831.
Penyalin: Haji Ibrahim.
Tujuan Penyalinan: Dikirim kepada anak J.H. Walbeehm di Eropa (Belanda).
Waktu Penyalinan: 11 Rajab 1260 H (26 Juli 1844 M).
Tempat Penyalinan: Pulau Penyengat.

untuk detail mengenai latar belakang sejarah mengenai syair ini.Anda boleh klik disini